Pacaran adalah saat untuk mengenal pasangan lebih jauh, sebelum berlanjut ke jenjang yang lebih serius. Beberapa dari kita mengalaminya untuk waktu yang cukup lama. Sebagian orang mengakhiri masa pacaran dengan kebaya putih panjang dan cincin di tangan. Tapi, sebagian yang lain tidak cukup beruntung. Hubungan mereka kandas di tengah jalan.
Setelah sekian lama sepakat bersama, tentu ada banyak hal yang akan kamu rasakan saat hubunganmu harus diakhiri. Mungkin, kamu akan memahami apa yang tertulis di bawah ini:
1. Butuh waktu untuk percaya bahwa kisahmu sudah selesai
2, 3 tahun bukan waktu yang sebentar. Selama itu, kamu dan dia telah belajar berjalan beriringan. Kalian berdua seperti paket kombo: kamu didefinisikan oleh kehadirannya dan dia dikaitkan orang dengan namamu. Untuk nyaman dengan kesendirian barumu, kamu membutuhkan waktu.
Saat bangun tidur, insting akan mendorongmu meraih HP dan mengiriminya pesan selamat pagi. Ketika membungkus makan buat dirimu sendiri, kamu masih akan berpikiran untuk membungkuskannya makanan yang sama. Ganjil rasanya saat menyadari bahwa kamu tak perlu melakukannya lagi.
2. Media sosial akan menjadi teman sekaligus lawanmu
Jika berusaha menjaga hubungan baik dengannya, kamu tidak akan mengebloknya di Facebook atau berhenti mengikuti kicauannya di Twitter. Artinya, kamu masih akan tahu kabarnya yang terbaru — bahkan jika kalian sudah tak rutin berkomunikasi.
Setiap kicaunya di media sosial mungkin akan membuatmu bimbang. Ada perasaan bersalah, ingin tahu, nyeri, namun juga peduli. Kamu mungkin bertanya satu-dua kali apa kamu mesti benar-benar total menjauhkan diri. Mengunci dirimu demi melindungi perasaan sendiri. Tapi, pada akhirnya tak jarang kamu menyerah dan justru membuka linimasanya lagi. Kamu tidak bangga; hanya belum tahu harus berbuat apa.
3. Kamu akan berutang penjelasan pada banyak orang
“Lho, kok sendirian? Mbak-nya yang kemarin mana?”
Tak semua orang yang mengenalmu tahu keputusanmu. Tak jarang kamu harus menjawab pertanyaan yang sama berulang-ulang. Kepada beberapa orang, penjelasan singkat saja tidak akan cukup. Ibumu mungkin beberapa kali mempertanyakan bijak-tidaknya keputusan kalian. Sebagian temanmu mungkin akan menyayangkan. “Sudah pacaran lama,” kata mereka. “Kenapa nggak sabar sedikit saja?”
4. Ada skenario alternatif di kepalamu tentang bagaimana seharusnya kamu berlaku
Seharusnya kamu lebih sering bertanya kabarnya, pikirmu. Kalau kamu tak terlalu gampang naik pitam, mungkin dia tak akan sampai berpikir meninggalkan. Sebagian waktumu habis mengevaluasi apa yang kamu lakukan di masa lalu.
Bukan tidak mungkin kamu juga akan mempertanyakan keputusan kalian untuk berpisah. Ada bagian dari dirimu yang masih bisa berlogika; namun ada pula yang memberontak, berusaha meyakinkan bahwa kamu telah salah.
5. Bercerita, serta hal-hal kecil lainnya, berhenti menjadi sederhana
Dulu, kamu tahu siapa yang harus dihubungi ketika seri film favoritmupremiere di bioskop. Ketika kamu butuh saran buat belanja — mungkin kemeja baru atau ponsel dan buku — kamu tahu siapa yang harus ditanya. Ketika kamu mendapatkan kabar bahagia, dadamu meletup dengan rasa bangga, kamu tahu pada siapa harus bercerita. Ketika sepakat berhenti bersama, hal-hal remeh seperti itu jadi tak sesederhana biasanya.
6. Di saat-saat seperti inilah, kamu mengerti makna teman yang sebenarnya
Merekalah alasan kenapa kamu mampu menyembunyikan wajah kecewa. Mereka alasan kenapa kamu masih bisa tertawa. Seberapa jatuh pun dirimu, jelas di pikiranmu satu: kamu belum habis.
7. Untuk mengantisipasi pertemuan tak sengaja di masa depan, kamu berlatih berbicara, membayangkan keberadaannya.
Halo. Hei. Apa kabar? Hei. Wah, sudah lama ya kita nggak ketemu? Sekarang sibuk apa? Halo.
Kamu akan berlatih bicara sendirian di kamar, membayangkan dia berdiri di depan. Kamu harus bisa memasang air muka yang biasa-biasa saja. Melafalkan namanya tanpa pitam ikut bicara. Menanyakan kabarnya dengan senyum tak terpaksa.
Ini bukan perkara mudah. Bukannya tanpa alasan banyak orang yang telah berpisah memilih benar-benar berhenti berhubungan. Kamu pun akan dikejutkan: betapa sulitnya sekadar bersikap sopan.
8. Kamu akan mempertanyakan esensi sebuah hubungan
Ketika sudah nyaman sendiri, kamu pun mulai bertanya-tanya kenapa manusia perlu jatuh cinta. Buat apa mencari yang bisa menggenapi kalau kita sebenarnya cukup dengan diri sendiri? Kamu akan melihat ke belakang dan mengangguk: ah, ya, yang dulu itu benar-benar cinta. Tapi kenapa?
Segala hal yang dulu pernah kalian lakukan dalam hubungan — merancang nama anak, berandai-andai mau tinggal dimana setelah kalian menikah — akan membuat dirimu yang sekarang heran. Jika ada lawan jenis yang menunjukkan ketertarikan, kamu cuma akan tertawa tertahan: apa toh esensi sebuah hubungan?
9. Pada akhirnya, kamu akan dipertemukan dengan dia yang tergariskan
Pada akhirnya, kamu akan paham bahwa hubungan tidak hadir untuk menggenapkan. Pasangan ada untuk membuat yang “cukup” menjadi “lebih”. Mereka akan membawamu berjalan lebih jauh, mengayuh lebih cepat, dan menyelam lebih dalam. Merekalah orang-orang yang lingkaran takdirnya beririsan denganmu.
Kamu pun perlahan tahu: hanya dengan berani mengambil keputusan besar di hubunganmu yang lalu, kamu bisa dipertemukan dengan dia yang tertakdirkan untukmu.
Sourch : Hipwee.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar